Ada hal yang
mungkin terlalu sulit untuk diungkapkan pada orang lain. Aku hanya bisa
berbisik pada alam, dan bersandar pada Sang Khaliq. Karena Dia yang selalu
setia membersamai dalam keadaan apapun.
Aku berdiri
di tengah rimbunan pohon, diantara bebatuan, dikelilingi kicauan burung yang
menemani sepanjang perjalanan. Suara gemuruh itu terdengar semakin dekat,
semakin dekat dan semakin menarik langkah kaki untuk segera mencapainya. Aku
tak sabar, ingin segera mengeluarkan emosi yang terasa semakin sesak di dada.
Mungkin terdengar agak klasik dengan berteriak sekencang-kencangnya di tengah
alam. Atau mungkin terdengar agak gila jika harus curhat pada edelweiss di tepi
jurang.
Aku biarkan
derasnya arus menyapa tubuhku, menahannya dengan kaki yang mulai lemah dalam
berpijak. Aku biarkan butiran airnya menyentuh wajahku, menetes, hingga
kesejukannya terasa semakin dalam. Aku biarkan suara gemuruhnya terdengar
semakin kencang, hingga suaranya bersatu dengan suara gemuruh di dalam hati
yang tak mampu aku artikan. Aku biarkan derasnya air menutup jarak pandangku,
agar aku bisa tenggelam dalam kesendirian yang sesaat, agar aku bisa berbisik
di tengah Kekuasaan-Nya yang telah menciptakan ini semua.
Di tengah
gemuruh, lisan ini tak berkata sedikitpun. Aku tak perlu berteriak, aku tak
perlu menangis histeris. Aku hanya bisa menikmati semuanya dengan mata
terpejam. Karena aku yakin, dalam keheningan, Allah Maha Tahu apa yang
tersimpan dalam hati. Allah Maha Tahu apa yang aku rasakan. Allah Maha
Mendengar bisikan hatiku, yang kuselipkan dalam bulir air yang menyentuh raga
ini.
Bumi Allah,
31 Juli 2014