Thursday 5 March 2015

Sepucuk Do'a, Setangkai Rindu





Aku tak tahu, dari mana kuharus memulai kata dalam sepucuk surat ini. Aku memulainya dengan nafas tak teratur, sesak di dada. Aku memulainya dengan segenggam harapan yang kian melemah, namun kucoba kuatkan kembali genggaman itu agar harapanku tak hilang melalui sela jari-jariku yang kian melemah. Aku memulainya dengan setitis airmata pengharapan, airmata rindu.

Semula aku tak mengerti apa yang tersirat di balik airmata, luka dan langkah yang tertatih. Semula aku tak mengerti apa yang terjadi dibalik jalan yang berliku. Kurasa semua teramat pahit tuk dilukiskan dalam kepayahan. Bahkan untuk mengukirkan rasa di hati saja, hanya ada getar di dada. Terkadang semuanya terlalu sulit untuk dimengerti, namun tetap harus dijalani.

Semula hatiku berontak melawan dimensi kehidupan yang kian tak kumengerti. Aku kesal, aku kecewa, aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk melerai semuanya. Luka yang lama kian terasa sakit, sementara luka baru datang menyayat lebih dalam. Aku melihat duri sepanjang jalanku. Aku melihat kabut menutupi pandanganku. Tak kulihat pijar cahaya yang sudi memapahku menuju jalan terang dan lapang. Tak kulihat dinding kokoh yang bersedia menahan punggungku yang lelah. Tak kulihat pundak yang bersedia menjadi tempat bersandar dan tempat dimana aku menangkupkan wajah dan menangis. Tak ada kata-kata manis untuk sekedar menghibur hatiku. Tak ada tangan-tangan hangat yang mengusap pipiku. Kemanakah mereka yang dulu selalu ada disini?

Hatiku mulai bertanya-tanya. Saat semua pergi, adakah yang tetap setia menemani? Saat yang lain tak percaya, masih adakah yang tetap mendengarkanku? Saat yang lain tak peduli, masih adakah yang ikhlas berbagi? Dalam resah, kucoba mencari jawabnya. Dalam pasrah, kucoba tenangkan luka yang telah lama kubawa berlari.

Saat gelap, mungkin tak terlihat dinding kokoh penyangga tubuh ataupun tangan hangat yang menghapus airmata. Namun saat gelap, masih ada sajadah yang menanti di sudut kamar ini. Dalam sujud, kupasrahkan semua pada-Mu Yaa Rabb. Dalam do’a di sepertiga malam terakhir, aku curahkan semuanya pada-Mu. Tak ada lagi airmata yang tersembunyi. 

Perlahan aku mulai menyadari apa yang terjadi. Ya Rabb…. Kini aku sadar, semua ini bukti kasih sayang dari-Mu. Jika aku tak pernah mengalami kepayahan dalam hidup, mungkin aku lupa arti perjuangan. Jika aku tak pernah mengalami kegagalan, mungkin aku lupa bagaimana caranya berhati-hati. Jika aku tak pernah terjatuh, mungkin aku lupa caranya untuk bangkit. Jika aku tak pernah berduka, mungkin aku lupa cara bersyukur di kala suka. Jika aku tak pernah sendiri, mungkin aku lupa caranya untuk menjaga mereka. Jika aku tak pernah terluka, mungkin aku akan lupa bagaimana caranya menjaga hati mereka.

Aku teringat pada kupu-kupu. Saat ia menjadi ulat, betapa ia dibencinya oleh banyak orang. Saat bermetamorfosis, ia harus terkurung berminggu-minggu sebelum akhirnya ia menjadi kupu-kupu yang indah dan disukai banyak orang. Aku pun teringat pada kerang di laut. Untuk mendapatkan mutiara yang indah, ia harus menahan sakit karena pasir yang mengendap ditubuhnya. Bahkan sebilah besipun harus dibakar dan dipukul-pukul untuk menjadi pedang yang tajam. Atau mungkin dengan kisah sebatang pensil yang menahan sakitnya rautan agar ia runcing kembali.

Semua itu mengingatkanku akan satu hal. Hidup tak selamanya indah di mata, tapi akan selamanya indah untuk hidup kita. Apa yang terlihat menyakitkan, justru itulah yang dipersiapkan Allah untuk menjadikan kita insan yang istimewa. Melalui ujian-Nya, Allah memberikan Rahmat dan Ampunan-Nya. Melalui ujian-Nya, Allah menitipkan sepucuk kasih sayang-Nya untuk jiwa-jiwa yang merindukan-Nya.

Rabbi…. Betapa lemahnya diri ini yang selalu mengeluh dan berputus asa. Betapa hinanya diri ini, sepanjang jalan hanya kulukis noda. Yaa Rabb…. Terimalah sepucuk do’a dari seorang hamba yang selalu merindukan Kasih-Mu ini. Mohon ampunkanlah diri ini dari segala dosa, kelalaian dan prasangka buruk terhadap-Mu. Kuatkanku dalam mengarungi hidup ini, ikhlaskanku dalam menjalani setiap episode kehidupan yang Engkau persiapkan. Sabarkanlah hamba dalam ujian-Mu dan dalam beribadah kepada-Mu. Anugrahkan ketenangan hati untuk bisa memahami hikmah yang terselip dibalik suka dan duka. Dalam sujud kepasrahanku pada-Mu, semakin terasa dekapan-Mu menghangatkan jiwa ini. Dalam do’a malamku pada-Mu, kian terasa syahdu hati menyebut asma-Mu. Dalam rindu, dalam pengharapan, dalam keyakinanku pada-Mu, kian terasa ringan beban yang menghimpit. Semakin dalam, aku larut dalam do’a. Saat itu pula semakin kusadari, hanya Engkau tempat bersandar, hanya Engkau tempat mengadu dan hanya pada-Mu aku akan kembali. Hanya Engkau yang setia membersamai. Cukuplah Engkau bagiku.


Kontributor naskah event "Kata Hati"
BPN Publishing

0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
Sumber: http://www.seociyus.com/2013/02/cara-membuat-komentar-facebook-keren-di-blog.html#ixzz44aXRQIym Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Follow us: @SEOCiyus on Twitter

0 comments:

Post a Comment