Minggu, 14
September 2014. Sepertinya hari ini akan menjadi petualangan luar biasa bagiku.
Di pagi yang sangat dingin, dengan semangat menggebu, aku pastikan isi tasku
lengkap dengan apa yang akan kubutuhkan hari ini. Sempat melangkah dengan
setengah hati ketika mengingat kondisi fisik yang menurun belakangan ini. Tapi
rupanya semangat untuk berpetualang di hari ini mengalahkan semuanya.
Yeeeaaahhh…. Petualangan segera dimulai.
Pendakianpun
dimulai pukul 08.30. Tim kami 6 orang. Ada kang Gonz, sang leader asli Cimaung.
Haha… Kang Ricky dengan sohib bolangnya, teh Nain dan teh Winda. Yu ah,
kenalannya sekian dulu. Kalau mau kenal lebih jauh silahkan masing-masing,
kalau mau lebih dari kenalan itu urusan masing-masing (wkwkwkwk,,,).
Kita
lanjutkan petualangan kita. Sudah sampai mana? Wah, perjalanan masih sangat
jauh tapi kaki sudah mulai lemas dan nafas tak beraturan. Track yang kami lalui
pun semakin menantang. Tanjakan yang panjang, entah dimana ujungnya. Kami masih
berada di tengah hutan. Kami tak bisa melihat pemandangan di sebrang sana
karena semuanya tertutup pepohonan rimbun. Tapi udaranya luar biasa, sejuk, dan
tak ada udara sesejuk ini di bawah sana. Setiap hari menghirup udara yang
tercemar polusi, rasanya ingin memanjakan paru-paru ini dengan sedikit lebih
lama disini. Setiap hari melihat keramaian, tenggelam dengan kesibukan pekerjaan,
tugas-tugas kuliah, modul, organisasi dan lain sebagainya. Rasanya ingin
memanjakan mata ini untuk lebih nyaman melihat rimbunan hijau dan jauh dari
kepenatan.
Meski tak
mudah, tapi aku begitu menikmati perjalanan ini. Memang tujuannya adalah
puncak. Tapi bagiku secara pribadi, puncak bukan tujuan utamanya, justru
perjalanan menuju puncak adalah yang paling berharga. Seperti halnya Allah tak
pernah mewajibkan hamba-Nya untuk berhasil, namun mewajibkan hamba-Nya untuk
berikhtiar dengan sungguh-sungguh.
Akhirnya,
setelah melewati hutan kami melihat pemandangan yang indah. Eitsss… ini belum
sampai puncak ya, ini baru setengah perjalanan. Di sebelah kanan, ada
tebing-tebing indah yang masih sangat asri. Sementara di sebelah kiri kami bisa
melihat pemukiman warga yang nampak tak jelas dari atas.
Sejenak
beristirahat sambil menikmati pemandangan yang menakjubkan, kami pun semakin
bersemangat mencapai puncak. Tetapi dari sini track yang dilalui semakin berat.
Jalan yang semakin menanjak, penuh bebatuan, tanah yang licin, menuntut kami
untuk lebih berhati-hati agar tak salah pijakan. Kamera yang semula ditenteng
di tangan, kini terpaksa dimasukan kembali ke dalam tas karena kedua tangan
sibuk berpegangan erat pada ranting pohon, akar dan bebatuan. Memang tak hanya
tenaga dan fisik yang prima, tapi hal ini ternyata membutuhkan strategi dan
tekniknya juga ya (hehe…).
Hari semakin
terik. Akhir-akhir ini memang suhu udara sangat panas. Makin lama, track makin
luaaaaarrrrr biasa. Badan semakin lemas, bahkan ada diantara kami ada yang
terluka. Sepertinya badan saya mulai protes, tapi tenanglah hati ini tetap
menyimpan semangat seperti saat memulai petualangan ini. Kami saling membantu,
saling memberi support, saling menghibur, meski kadang candaan itu mulai terasa
biasa saja (maklum,,, sedang lelah, hehe). Perlahan namun pasti, akhirnya kami
tiba di Pos 2. Disana kami bertemu dengan tim lain yang sudah mau turun.
“Semangat ya Akang, Teteh…. Bentar lagi nyampai puncak.” Kata salah seorang
dari mereka. Beginilah katika berada di alam bebas, siapapun dari manapun
asalnya, semua bercengkrama sebagai sahabat sehobi, seolah sudah lama saling
mengenal. Yeah…. Tinggal satu pos lagi.
Setelah
energi mulai terisi lagi dengan seteguk air mineral yang kini mulai hangat
karena terik matahari, kami pun melanjutkan kembali perjalanan yang hampir
sampai finish. Ya, beberapa menit menuju finish namun jalurnya semakin sesuatu.
Penuh tantangan, namun kurasa ini semakin seru, semakin menggairahkan, semakin
berkeringat. “Tuh, puncaknya udah keliatan” kata seorang teman kami.
Candaan-candaan yang keluar pun mengundang tawa kami kembali. Sebenarnya bukan
karena lucu-lucu amat sih, karena sudah mau sampai puncak saja, (haha….).
Dengan
girang, akhirnya pukul 12.30 kami menemukan Pos 1. Yuhuuuu……. Puncak Mega, kami
datang. Rasanya ingin segera melangkahkan kaki di atas sana. Tapi kata leader,
istirahat dan makan dulu saja di Pos 1. Hmmm… iya deh, iya… nurut aja. Wuuuiiiihhh….
Makan udah, minum udah, angin sepoy-sepoy, membuat saya ngantuk saja, maklum
semalam kurang tidur. Tapi gak mungkin juga langsung tidur disini, kecuali ya
memang berencana camp disini.
“Selamat
ulang tahun Ta.” Hahahahah… gokil. Ini memang diniatkan sebagai kado milad
seminggu yang lalu. Tidak usah potong kue, tapi makan bareng-bareng dengan
makanan seadanya sudah terasa luar biasa. Tak usah kado tas atau sepatu
branded, perhiasan ataupun baju trend terbaru, cukup memeras keringat ke Puncak
Mega saja ini adalah kado terhebat yang memang sangat kuharapkan.
Hanya butuh waktu 5 menit dari Pos 1 untuk berada di puncak. Subhanallah…
Walhamdulillah… Akhirnya….. tiba juga di Puncak Mega. Tempat yang sudah
beberapa bulan ini menjadi tempat yang paling ingin dikunjungi. Amazing… waktu
tempuh 4 jam yang luar biasa, kini terbayar dengan pemandangan menakjubkan.
Rasanya lupa dengan rasa lelah, lupa dengan semua beban di pundak, lupa dengan
semua kegelisahan dan ketakutan. Yeaaaahhh…. Aku sudah sembuh.
Yaa Rabb…. Kini ku semakin mengerti makna sebuah perjalanan. Dari
perjalanan menuju puncak ini, aku belajar banyak hal. Ya. Mendaki gunung adalah
filosofi dari perjalanan hidup manusia di dunia ini. Semua orang bisa mencapai
puncak gunung dengan cara apapun yang mereka inginkan, bahkan dengan cara yang
instan. Tapi bagi jiwa petualang, yang sabar mendaki selangkah demi selangkah,
yang rela kehabisan tenaga, yang ikhlas berbagi dengan temannya yang lain, yang
dengan kuat menerjang setiap tantangannya, yang tetap bersemangat melewati
jalan yang curam, yang tak menyerah melewati kerikil dan jalanan licin, yang
tak kalah dengan keegoisannya dan tetap berusaha mencapai puncak, akan ada
kebanggaan tersendiri. Semuanya terasa lebih istimewa jika kita berusaha
sendiri untuk meraih apa yang kita inginkan. Ya, semua kepayahan itu musnah
ketika mencapai puncak. Allahu Akbar.
Begitupula dengan kehidupan. Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya kesusahan.
Allah tak pernah dzalim kepada hamba-Nya. Allah tak pernah memberi ujian di
luar batas kemampuan hamba-Nya. Ketika Allah memberi jalan hidup yang penuh
kerikil, yang penuh liku, bahkan saat kita terjatuh dan kita harus melewatinya
dengan berdarah-darah. Bukankah ketika itu pula Allah menjanjikan pahala bagi
hamba-Nya yang tetap sabar? Bukankah ketika itu pula Allah menjanjikan hadiah
manis untuk kita? Hanya saja, Allah ingin menguji sejauh mana kesetiaan kita
pada-nya dalam kondisi apapun. Jika Allah menghadiahi kebahagiaan luar biasa
bagi para pendaki yang mencapai puncak dengan jerih payah dan penuh kesabaran,
aku pun selalu yakin jika Allah akan menghadiahi hal yang lebih istimewa bagi
hamba-Nya yang bisa melewati setiap episode kehidupannya dan sabar.
Perjalanan ini memberiku banyak pelajaran yang menjadi cambuk diri. Betapa
lemahnya diri ini, betapa kecilnya diri ini di hadapan-Mu Yaa Rabb. Betapa
sombongnya diri ini, yang selalu membanggakan diri. Disini, di puncak gunung
ini, kusaksikan betapa indahnya Kuasa-Mu.
Ba’da Ashar, kami memulai perjalanan turun. Perjalanan turun dari Pos 1 ke
Pos 2 memang lebih sulit dibanding saat mendaki. Sempat kaget, karena curam dan
licinnya jalan berkerikil membuat kaki sedikit kehilangan keseimbangannya. “Hufftt….
Hampir saja.” Sambil melihat jurang di sisi kanan. Satu jam pertama perjalanan
tak ada kendala yang berarti karena kami tetap saling membantu satu sama lain.
Namun ketika hari semakin sore, kaki pun mulai lemas. Perjalanan terasa semakin
melelahkan ketika kami mulai kehabisan air minum. Namun bagaimanapun juga kami
harus segera sampai di bawah sebelum matahari terbenam.
Setelah istirahat, Ba’da Isya, kami pulang ke
rumah. Hadeuh….. rasanya sudah lama gak naik motor, dari pagi nanjak terus
(haha lebay). “Dapet apa dari Puncak
Mega? Dapet wakwaw. Hahaha” sepanjang perjalanan pulang kami terus bercanda
seolah tidak terasa apa-apa, padahal kaki lumayan lemes juga. Tarik…. Jarak
PGPI-Arjasari lumayan jauh. Pukul 20.00 akhirnya tiba di rumah. Membawa
oleh-oleh yang luar biasa, membawa kenangan yang luar biasa. Shalat di tengah
hutan, curhat di puncak gunung, terjepit di batu. Hihi…. Tertawa, sedih, panik,
bahagia, semuanya dirasakan. Pengalaman penuh hikmah, pengalaman lucu,
pengalaman unik, semuanya luar biasa. Terimakasih untuk kalian. Ini kado
terhebat di angka 22.
Puncak Mega, 14 September 2014
“Ran”