Friday 10 April 2015

Kado Milad Terhebat di Puncak Mega




Minggu, 14 September 2014. Sepertinya hari ini akan menjadi petualangan luar biasa bagiku. Di pagi yang sangat dingin, dengan semangat menggebu, aku pastikan isi tasku lengkap dengan apa yang akan kubutuhkan hari ini. Sempat melangkah dengan setengah hati ketika mengingat kondisi fisik yang menurun belakangan ini. Tapi rupanya semangat untuk berpetualang di hari ini mengalahkan semuanya. Yeeeaaahhh…. Petualangan segera dimulai.


Pendakianpun dimulai pukul 08.30. Tim kami 6 orang. Ada kang Gonz, sang leader asli Cimaung. Haha… Kang Ricky dengan sohib bolangnya, teh Nain dan teh Winda. Yu ah, kenalannya sekian dulu. Kalau mau kenal lebih jauh silahkan masing-masing, kalau mau lebih dari kenalan itu urusan masing-masing (wkwkwkwk,,,).
Kita lanjutkan petualangan kita. Sudah sampai mana? Wah, perjalanan masih sangat jauh tapi kaki sudah mulai lemas dan nafas tak beraturan. Track yang kami lalui pun semakin menantang. Tanjakan yang panjang, entah dimana ujungnya. Kami masih berada di tengah hutan. Kami tak bisa melihat pemandangan di sebrang sana karena semuanya tertutup pepohonan rimbun. Tapi udaranya luar biasa, sejuk, dan tak ada udara sesejuk ini di bawah sana. Setiap hari menghirup udara yang tercemar polusi, rasanya ingin memanjakan paru-paru ini dengan sedikit lebih lama disini. Setiap hari melihat keramaian, tenggelam dengan kesibukan pekerjaan, tugas-tugas kuliah, modul, organisasi dan lain sebagainya. Rasanya ingin memanjakan mata ini untuk lebih nyaman melihat rimbunan hijau dan jauh dari kepenatan. 


Meski tak mudah, tapi aku begitu menikmati perjalanan ini. Memang tujuannya adalah puncak. Tapi bagiku secara pribadi, puncak bukan tujuan utamanya, justru perjalanan menuju puncak adalah yang paling berharga. Seperti halnya Allah tak pernah mewajibkan hamba-Nya untuk berhasil, namun mewajibkan hamba-Nya untuk berikhtiar dengan sungguh-sungguh.
Akhirnya, setelah melewati hutan kami melihat pemandangan yang indah. Eitsss… ini belum sampai puncak ya, ini baru setengah perjalanan. Di sebelah kanan, ada tebing-tebing indah yang masih sangat asri. Sementara di sebelah kiri kami bisa melihat pemukiman warga yang nampak tak jelas dari atas.


Sejenak beristirahat sambil menikmati pemandangan yang menakjubkan, kami pun semakin bersemangat mencapai puncak. Tetapi dari sini track yang dilalui semakin berat. Jalan yang semakin menanjak, penuh bebatuan, tanah yang licin, menuntut kami untuk lebih berhati-hati agar tak salah pijakan. Kamera yang semula ditenteng di tangan, kini terpaksa dimasukan kembali ke dalam tas karena kedua tangan sibuk berpegangan erat pada ranting pohon, akar dan bebatuan. Memang tak hanya tenaga dan fisik yang prima, tapi hal ini ternyata membutuhkan strategi dan tekniknya juga ya (hehe…).
Hari semakin terik. Akhir-akhir ini memang suhu udara sangat panas. Makin lama, track makin luaaaaarrrrr biasa. Badan semakin lemas, bahkan ada diantara kami ada yang terluka. Sepertinya badan saya mulai protes, tapi tenanglah hati ini tetap menyimpan semangat seperti saat memulai petualangan ini. Kami saling membantu, saling memberi support, saling menghibur, meski kadang candaan itu mulai terasa biasa saja (maklum,,, sedang lelah, hehe). Perlahan namun pasti, akhirnya kami tiba di Pos 2. Disana kami bertemu dengan tim lain yang sudah mau turun. “Semangat ya Akang, Teteh…. Bentar lagi nyampai puncak.” Kata salah seorang dari mereka. Beginilah katika berada di alam bebas, siapapun dari manapun asalnya, semua bercengkrama sebagai sahabat sehobi, seolah sudah lama saling mengenal. Yeah…. Tinggal satu pos lagi.

Setelah energi mulai terisi lagi dengan seteguk air mineral yang kini mulai hangat karena terik matahari, kami pun melanjutkan kembali perjalanan yang hampir sampai finish. Ya, beberapa menit menuju finish namun jalurnya semakin sesuatu. Penuh tantangan, namun kurasa ini semakin seru, semakin menggairahkan, semakin berkeringat. “Tuh, puncaknya udah keliatan” kata seorang teman kami. Candaan-candaan yang keluar pun mengundang tawa kami kembali. Sebenarnya bukan karena lucu-lucu amat sih, karena sudah mau sampai puncak saja, (haha….).
Dengan girang, akhirnya pukul 12.30 kami menemukan Pos 1. Yuhuuuu……. Puncak Mega, kami datang. Rasanya ingin segera melangkahkan kaki di atas sana. Tapi kata leader, istirahat dan makan dulu saja di Pos 1. Hmmm… iya deh, iya… nurut aja. Wuuuiiiihhh…. Makan udah, minum udah, angin sepoy-sepoy, membuat saya ngantuk saja, maklum semalam kurang tidur. Tapi gak mungkin juga langsung tidur disini, kecuali ya memang berencana camp disini.

“Selamat ulang tahun Ta.” Hahahahah… gokil. Ini memang diniatkan sebagai kado milad seminggu yang lalu. Tidak usah potong kue, tapi makan bareng-bareng dengan makanan seadanya sudah terasa luar biasa. Tak usah kado tas atau sepatu branded, perhiasan ataupun baju trend terbaru, cukup memeras keringat ke Puncak Mega saja ini adalah kado terhebat yang memang sangat kuharapkan.

Hanya butuh waktu 5 menit dari Pos 1 untuk berada di puncak. Subhanallah… Walhamdulillah… Akhirnya….. tiba juga di Puncak Mega. Tempat yang sudah beberapa bulan ini menjadi tempat yang paling ingin dikunjungi. Amazing… waktu tempuh 4 jam yang luar biasa, kini terbayar dengan pemandangan menakjubkan. Rasanya lupa dengan rasa lelah, lupa dengan semua beban di pundak, lupa dengan semua kegelisahan dan ketakutan. Yeaaaahhh…. Aku sudah sembuh.
Yaa Rabb…. Kini ku semakin mengerti makna sebuah perjalanan. Dari perjalanan menuju puncak ini, aku belajar banyak hal. Ya. Mendaki gunung adalah filosofi dari perjalanan hidup manusia di dunia ini. Semua orang bisa mencapai puncak gunung dengan cara apapun yang mereka inginkan, bahkan dengan cara yang instan. Tapi bagi jiwa petualang, yang sabar mendaki selangkah demi selangkah, yang rela kehabisan tenaga, yang ikhlas berbagi dengan temannya yang lain, yang dengan kuat menerjang setiap tantangannya, yang tetap bersemangat melewati jalan yang curam, yang tak menyerah melewati kerikil dan jalanan licin, yang tak kalah dengan keegoisannya dan tetap berusaha mencapai puncak, akan ada kebanggaan tersendiri. Semuanya terasa lebih istimewa jika kita berusaha sendiri untuk meraih apa yang kita inginkan. Ya, semua kepayahan itu musnah ketika mencapai puncak. Allahu Akbar.

Begitupula dengan kehidupan. Allah tak pernah membiarkan hamba-Nya kesusahan. Allah tak pernah dzalim kepada hamba-Nya. Allah tak pernah memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Ketika Allah memberi jalan hidup yang penuh kerikil, yang penuh liku, bahkan saat kita terjatuh dan kita harus melewatinya dengan berdarah-darah. Bukankah ketika itu pula Allah menjanjikan pahala bagi hamba-Nya yang tetap sabar? Bukankah ketika itu pula Allah menjanjikan hadiah manis untuk kita? Hanya saja, Allah ingin menguji sejauh mana kesetiaan kita pada-nya dalam kondisi apapun. Jika Allah menghadiahi kebahagiaan luar biasa bagi para pendaki yang mencapai puncak dengan jerih payah dan penuh kesabaran, aku pun selalu yakin jika Allah akan menghadiahi hal yang lebih istimewa bagi hamba-Nya yang bisa melewati setiap episode kehidupannya dan sabar.
Perjalanan ini memberiku banyak pelajaran yang menjadi cambuk diri. Betapa lemahnya diri ini, betapa kecilnya diri ini di hadapan-Mu Yaa Rabb. Betapa sombongnya diri ini, yang selalu membanggakan diri. Disini, di puncak gunung ini, kusaksikan betapa indahnya Kuasa-Mu.

Ba’da Ashar, kami memulai perjalanan turun. Perjalanan turun dari Pos 1 ke Pos 2 memang lebih sulit dibanding saat mendaki. Sempat kaget, karena curam dan licinnya jalan berkerikil membuat kaki sedikit kehilangan keseimbangannya. “Hufftt…. Hampir saja.” Sambil melihat jurang di sisi kanan. Satu jam pertama perjalanan tak ada kendala yang berarti karena kami tetap saling membantu satu sama lain. Namun ketika hari semakin sore, kaki pun mulai lemas. Perjalanan terasa semakin melelahkan ketika kami mulai kehabisan air minum. Namun bagaimanapun juga kami harus segera sampai di bawah sebelum matahari terbenam.
Setelah istirahat, Ba’da Isya, kami pulang ke rumah. Hadeuh….. rasanya sudah lama gak naik motor, dari pagi nanjak terus (haha lebay).  “Dapet apa dari Puncak Mega? Dapet wakwaw. Hahaha” sepanjang perjalanan pulang kami terus bercanda seolah tidak terasa apa-apa, padahal kaki lumayan lemes juga. Tarik…. Jarak PGPI-Arjasari lumayan jauh. Pukul 20.00 akhirnya tiba di rumah. Membawa oleh-oleh yang luar biasa, membawa kenangan yang luar biasa. Shalat di tengah hutan, curhat di puncak gunung, terjepit di batu. Hihi…. Tertawa, sedih, panik, bahagia, semuanya dirasakan. Pengalaman penuh hikmah, pengalaman lucu, pengalaman unik, semuanya luar biasa. Terimakasih untuk kalian. Ini kado terhebat di angka 22.

Puncak Mega, 14 September 2014
“Ran”

0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
Sumber: http://www.seociyus.com/2013/02/cara-membuat-komentar-facebook-keren-di-blog.html#ixzz44aXRQIym Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Follow us: @SEOCiyus on Twitter

0 comments:

Post a Comment