Ringkasan materi modul 5 Jaringan
Kerjasama Perpustakaan dan Informasi
Pengarang : Wiji Suwarno dan Miswan
Penerbit :
Universitas Terbuka (2014)
KB 1. Jaringan Kerja Sama
Perpustakaan Sekolah
Dilihat
dari konsep akademis, ide kerja sama antar perpustakaan memiliki makna yang
sangat strategis. Dengan kerja sama antar perpustakaan, para pengguna
perpustakaan memiliki pilihan koleksi yang lebih luas dan koleksi perpustakaan
dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. Bentuk dan kerja sama ini kini
diharapkan bisa segera diwujudkan dengan memanfaatkan kemajuan dalam bidang
teknologi komputer.
Komputerisasi
perpustakaan diartikan sebagai pengelolaan semua jenis kegiatan kerja
perpustakaan dengan bantuan komputer. Komputerisasi yang terpenting adalah
komputerisasi katalog perpustkaan yang memberikan manfaat bagi pemakai dan
perpustakaan yang bersangkutan, serta menjadi embrio terbentuknya kerja sama
antar perpustakaan berbasis komputer.
Komputer
sebagai icon perkembangan teknilogi informasi, seperti kewajiban dan menjadi
tuntutan primer. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, mengingat:
1.
Komputerisasi telah banyak tersedia
dengan harga terjangkau.
2.
Telah tersedia perangkat lunak gratis.
3.
Meningkatkan efisiensi pengelolaan
perpustakaan.
4.
Jaringan komputer dianggap sebagai
embrio jaringan kerja sama perpustakaan.
Program
komputerisasi perpustakaan sekolah seyogianya dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut.
1.
Pemilihan perpustakaan sekolah
percontohan.
2.
Pembinaan khusus dari instansi
berwenang.
3.
Penyelenggaraan pelatihan komputerisasi
perpustakaan.
4.
Pengadaan komputer.
5.
Entri data koleksi.
6.
Komputerisasi pelayanan.
7.
Kerja sama berbasis komputer.
Karena
kerja sama ini melibatkan berbagai komponen maka kerja sama ini akan membentuk
suatu pola. Dalam pola ini suatu perpustakaan mengakses langsung perpustakaan
lain melalui komputer dengan menggunakan bantuan peralatan modem dan pesawat
telepon. Pola kerja sama ini dapat dilakukan dengan tujuan penelusuran koleksi
atau juga katalogisasi jarak jauh (online catalog) dengan cara mengimpor data
koleksi dari perpustakaan lain yang sudah diakses.
Peralihan
dari sistem manual menjadi sistem komputerisasi memerlukan perubahan orientasi
dan pola pikir dari semua pihak yang terlibat seperti pemerintah, kepala
sekolah, guru, pustakawan, dan siswa. Hal yang perlu dipahami bersama adalah
kebutuhan informasi di era global ini yang semakin kompleks. Ini memberikan
sinyal bagi perpustakaan untuk tanggap informasi sehingga mampu memberikan
pelayanan yang baik. Selain itu kita perlu memahami karakter dari informasi itu
sendiri, yakni sebagai berikut.
1.
Intederminasi (tidak pasti)
2.
Pengetahuan
3.
Ambiguitas: informasi selalu mengundang
ambiguitas.
4.
Redundant: komunikasi informasi selalu
membawa unsur ridanden, yaitu informasi tidak penting ikut terbawa.
5.
Sistem yang bergantung: pesan harus
disebarkan dengan medium atau perantara.
Adapun
nilai informasi itu sendiri ditentukan beradasarkan pada:
1.
semakin sulit mendapatkannya semakin
tinggi harga informasi tersebut;
2.
cakupan yang luas dan lengkap;
3.
ketelitian;
4.
kecocokan;
5.
ketepatan waktu;
6.
kejelasan;
7.
keluwesan;
8.
dapat dibuktikan;
9.
tidak ada prasangka;
10. dapat
diukur kebenarannya.
Nilai
informasi menjadi fokus perdebatan akademik. Informasi diperlakukan sebagai
sumber daya atau aset bagi organisasi yang perlu dikelola secara professional
dan serius. Kita dapat melihat bagaimana peran penting informasi dalam kegiatan
organisasi, yaitu:
1.
informasi menjadi bahan mentah dan utama
dalam kegiatan organisasi;
2.
informasi mendukung kegiatan organisasi.
Kegiatan
jaringan kerja sama perpustakaan pun menyangkut pemenuhan kebutuhan informasi
para pemustaka.
Berbagi
Infomasi
Kegiatan
kerja sama perpustakaan dominan pada berbagi informasi antara perpustakaan yang
satu dengan perpustakaan yang lain. Minimal adalah informasi yang berkaitan
dengan keberadaan koleksi pada perpustakaan masing-masing sehingga pemustaka
dari berbagai perpustakaan anggota kerja sama bisa mengakses informasi pada
perpustakaan tersebut.
Achterberg
(2001) menyatakan bahwa berbagi informasi bermanfaat untuk mengembangkan
organisasi, stabilitas, keseimbangan, beradaptasi dengan perbuahan, dan
pengambilan keputusan.
Dalam
organisasi, individu-individu saling berinterasi dan bertukar pesan melalui
jaringan komunikasi, yaitu hubungan sehari-hari dari anggota organisasi, baik
formal maupun informal. Jaringan terbentuk dari hubungan antar individu dalam
organisasi serta kelompok tertentu (klik); adanya keterbukaan antara satu
kelompok dengan kelompok yang lainnya; serta individu tertentu yang memegang
peranan utama dalam suatu organisasi. Ada tiga peran utama yang mempengaruhi
hubungan dalam jaringan komunikasi (Rogers, 1981) yaitu bridge, liaison, dan
isolate.
Bridge
adalah anggota kelompok atau klik dalam satu organisasi yang mengubungkan
anggota suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Liaison adalah individu yang
bukan anggota suatu kelompok yang mengubungkan satu kelompok dengan kelompok
lainnya. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan
orang lain dalam organisasi. Ia menyembunyikan diri dalam organisasi atau
diasingkan oleh teman-temannya.
Keberhasilan
berbagi informasi, pertama-tama tergantung pada komunikator, yaitu kepercayaan,
kredibilitas, dan keterampilan komunikator dalam berkomunikasi. Kedua,
keberhasilan berbagi informasi tergentung pada pesan yang disampaikan, yaitu
daya tarik pesan, kesesuaian pesan yang dibutuhkan, dan peranan pesan. Ketiga,
keberhasilan tergantung pada konteks dan setting tertentu yaitu faktor lingkungan
fisik, seperti fasilitas komunikasi yang baik; faktor lingkungan sosial budaya,
seperti bahasa, kepercayaan, adat istiadat, dan status sosial; faktor
psikologis, misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain
dan faktor dimensi waktu.
Pada
kenyataanya, berbagi informasi belum menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat
kita apalagi dalam satu organisasi. Individu yang memperoleh informasi dari
luar cenderung menyimpannya di dalam diri masing-masing sebagai tacit
knowledge. Sebaliknya Ardichivil (2002) menyebutkan hambatan lain dalam berbagi informasi adalah keinginan
untuk menimbun informasi karena pengetahuan adalah aset pribadi dan memiliki
nilai saing yang menguntungkan. Hambatan lainnya adalah ketidakpercayaan
individu terhadap kolega dan kurangnya
dukungan dari pihak manajemen.
Untuk
mengatasi masalah berbagi informasi, sebaiknya setiap organisasi menjadikan
setiap kegiatan berbagi informasi menjadi kegiatan rutin, baik formal maupun
informal.
Berkomunikasi
Komunikasi
merupaka proses pengalihan informasi dari seseorang kepada orang lainnya
manakala si penerima akan memberikan arti terhadap informasi yang diterimanya
tersebut. Secara garis besar proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sebagai
berikut.
a.
Siapa yang mengatakan (who) disebut
sebagai sumber.
b.
Apa (what) yang dikatakan, yang disebut
sebagai pesan.
c.
Kepada siapa (to whom) informasi ini
akan disampaikan, disebut sebagai penerima.
d.
Dengan cara bagaimana (how) disebut
sebagai saluran/ media.
e.
Dengan tujuan apa (in what effect)
disebut sebagai tujuan.
Berdasarkan
sasaran komunikasi, jenis komunikasi dibedakan dala 3 jenis yaitu komunikasi
intrapersonal, komunikasi massa, komunikasi interpersonal. Komunikasi
intrapersonal merupakan komunikasi seseorang dengan dirinya sendiri. Komunikasi
massa merupakan penyampaian pesan yang ditujukan kepada orang banyak melalui
media seperti radio dan tv. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara
seseorang dengan orang lain atau sekelompok orang.
Adapun
cara berkomunikasi seseorang dapat dibedakan menjadi 4 kondisi seperti berikut.
1.
Internal verbal; kata-kata yang dengan
sengaja diucapkan pada waktu berkomunikasi.
2.
Unintentional; kata-kata yang tidak
mengandung arti yang tanpa sengaja terucapkan.
3.
Intentional nonverbal; gerakan-gerakan
tubuh/ mimik yang disengaja kita lakukan untuk mendukung apa yang kita
sampaikan.
4.
Unintentional nonverbal; gerakan-gerakan
yang tidak mengandung arti yang tanpa sengaja kita lakukan.
Secara
internasional kita dapat melihat bahwa ada beberapa organisasi professional
untuk pendidikan ilmu perpustakaan. Di dalamnya, termasuk Asosiasi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi dan Pendidikan atau Association Library Information
Science and Educational (ALISE), Asosiasi di Eropa untuk Ilmu Perpustakaan dan
Informasi, Pendidikan dan Penelitian (EUCLID), dan Asosiasi Internationale des
Ecoles des Sciences de I’Informasi (AIESI). Selain itu ada juga organisasi
nasional diantaranya Perpustakaan Pendidikan dan Sekolah Dasar Brasil.
KB 2. Kerja Sama Perpustakaan Perguruan
Tinggi di Indonesia
Bentuk
kerja sama antara perpustakaan perguruan tinggi dapat dilihat dari berbagai
rancangan. Bentuk tersebut berupa regional, institusional, fungsional, dan
subjek. Bentuk tegional adalah bentuk kerja sama antara perpustakaan yang
terdapat di sebuah kawasan.
Sejak
tahun 1985 sejumlah 11 perguruan tinggi negeri yang berada di Indonesia Barat
membentuk kerja sama dengan nama Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia Barat, lazim dikenal dengan nama BKS PTN (I) B dengan pusat di Medan.
Pembentukan BKS PTN IB itu seiring dengan proyek kerja sama perguruan tinggi se
Indonesia Barat yang dibentuk oleh United States Agency for International
Development bekerjasama dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Proyek
tersebut bernama Western Universities Agricultural Education Project (WUEA).
Dalam
kaitannya dengan kerja sama perpustakaan maka BKS PTN IB menyelenggarakan
kursus perangkat lunak Mikro CDS ISIS, menyusun katalog induk majalah yang
mencakup sekitar 600 judul majalah serta pertemuan para kepala perpustakaan
PTN.
Berikut
beberapa kerjasama perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia
1. Forum
Kerjasama Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri (FKP2TN)
Pada tahun 1995 berdasar kesepakatan bersama
beberapa perpustakaan PT tergabung dalam Forum Kerjasama Perpustakaan Perguruan
Tinggi Negeri yang terdiri atas 25 PTN di Jawa dan 4 PTN di luar Jawa. Sebagai
media komunikasi antara anggota forum diterbitkan jurnal FKP2TN. Jurnal ini
terbit dua kali dan setahun, berisi tentang kajian, metode, praktik, dan
evaluasi bidang perpustakaan, informasi, dan dokumentasi.
2. Forum
Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI)
Terbentuknya
organisasi Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) bermula dari
pemikiran Perpustakaan Nasional RI tentang format pembinaan perpustakaan. Forum
ini berdiri pada tanggal 12 Oktober 2000 di Ciawi Bogor. Berdirinya organisasi
ini didasarkan pada realita bahwa perpustakaan Perguruan Tinggi belum mampu
berperan optimal dalam menunjang Tridharma Perguruan Tinggi, adanya kesenjangan
pendidikan tenaga fungsional pustakawan dan dosen, seretnya kerjasama
perpustakaan, dan rendahnya pendidikan pengelola perpustakaan perguruan tinggi.
3. Forum
Perpustakaan PT-BHMN
Pada
tanggal 26 Desember 2001 keluar Peraturan Pemerintah (PP) yang menunjuk 4
Perguruan Tinggi (UI, IPB, ITB, dan UGM) berstatus Badan Hukum Milik Negara
(BHMN). Perbedaan yang besar dengan status sebelumnya, yaitu PT BHMN dapat
mengeluarkan aset, SDM, dan keuangannya secara otonom. Tiga tahun kemudian dua
perguruan tinggi lainnya berstatus BHMN pula, yaitu Universitas Sumatera Utara
(USU) dan UPI.
Sejalan
dengan terbentuknya PT BHMN tersebut maka di kalangan pengelola perpustakaan di
lingkungan PT BHMN tersebut membentuk Forum Perpustakaan PT BHMN.
4. Bentuk
Kerjasama Institusional
Merupakan
kerjasama pepustakaan di bawah institusi yang sama. Bentuk kerja sama ini
dibagi menjadi 2 jenis yaitu kerja sama institusional per regional dan
nasional. Misalnya kerjasama antar perpustakaan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) se Indonesia.
5. Jaringan
Virtual Perpustakaan Universitas Kristen di Indonesia: InCU-VL
InCU-VL
dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi web dari internet. Homepage jaringan
perpustakaan maya (http://incuvl.mitra.net.id)
ini didesain oleh dan ditempatkan di server di MitraNet (http://www.mitra.net.id)
sebagai ISP yang memiliki kepedulian
khusus di bidang pendidikan. Diawali dengan program penyusunan direktori serta
pembinaan sumber daya manusia dari calon perpustakaan peserta pada tahun 1997,
beranggotakan perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi Kristen di Indonesia.
6. Kerjasama
Fungsional
Kerjasama
ini melibatkan perpustakaan perguruan tinggi berdasarkan fungsi. Contoh yang
ada di Indonesia ialah kerjasama yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Koordinasi
Perpustakaan, sebuah proyek Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang dibiayai
oleh Bank dunia. Salah satu kegiatan UKKP ialah membentuk Pusat Layanan
Disiplin Ilmu.
Pendekatan
Subjek
Kerjasama
perpustakaan perguruan tinggi berdasarkan pendekatan subjek dilakukan oleh perpustakaan
PT dengan jaringan berbasis subjek. Sebagai contoh, pada jaringan dokumentasi
dan informasi hukum, banyak perpustakaan fakultas huku, yang menjadi simpul
jaringan tersebut.
Bentuk
kerjasama yang sudah ada adalah penyusunan katalog induk, penyediaan fasilitas,
pinjam antar perpustakaan, penelusuran dan pengembangan koleksi.
Download rangkuman materinya disini.