Thursday 7 April 2016

MODUL 3: PELANGGARAN TERHADAP HAK MILIK INTELEKTUAL (HAKI)


Rangkuman Materi Modul 3 Aspek Hukum dan Bisnis Informasi

KB 1. Sengketa Paten, Merek Dagang, dan Hak Cipta

            Menurut Helianti Hilman (2004: 18-19), “Kekayaan intelektual dapat terus dipertahankan dan dikembangkan dengan sistem pendidikan yang baik, sistem penelitian dan pengembangan yang kondusif, regulasi yang kondusif, serta sistem insentif yang baik.” Di Indonesia masalah kekayaan intelektual  sudah ada regulasi. Namun untuk penegakan hukum masih banyak kendala (norma hukum, aparat, penegak hukum, sarana dan prasarana, budaya dan kesadaran hukum masyarakat). Kendala lain, sistem insentif bagi pemilik kekayaan intelektual belum mendapat perhatian dari pemerintah secara layak.
            Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan mengingat hak kekayaan intelektual sebagai pertumbuhan perekonomian dunia, perlu ada harmonisasi dalam perlindungan dengan skema World Trade Organization- General Agreement on Traffis and Trade/ WTO-GATT. Indonesia sebagai anggota WTO wajib mengadopsi dan mengimplementasikan Trade Related Aspect to Intellectual Property Rights (TRIP’s).
            Menurut Herlianti Hilman (2004:19-20) manfaat perlindungan HAKI dapat dilihat dari kepentingan penghasil karya intelektual, para pelaku usaha, masyarakat luas, dan negara.

Aspek Hukum Paten, Merek Dagang, dan Hak Cipta
            Syarat paten diberikan apabila memenuhi tiga hal yaitu penemuan itu mengandung unsur baru, adanya langkah inventif dan penemuan tersebut dapat diterapkan dalam industry.
            Peraturan mengenai paten diatur  dalam UU Paten Nomor 14 tahun 2001, peraturan ini sebagai konsekuensi setelah Indonesia telah meratifikasi TRIPs. Dalam pasal 7 UU Nomor 14/2001, dijelaskan penemuan-penemuan yang tidak termasuk paten. Sementara itu hak untuk para pemegang paten diatur dalam pasal 16 UU Nomor 14 tahun 2001.
            Masa perlindungan hak paten selama 20 tahun terhitung sejak mulai tanggap penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang (pasal 8 UU no 14 tahun 2001). Untuk paten sederhana jangka waktu 10 tahun terhitung mulai tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang (pasal 9 UU Nomor 14 tahun 2001).
Masalah merek di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 15 tahun 2001. Hak atas merek tercipta karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama. Inilah yang disebut dengan hukum konstitusif, yaitu hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan isin pihak lain untuk menggunakannya (pasal 3 UU nomor 15/2001). Berbeda dengan sistem deklaratif yang lebih bertumpu pada anggapan hukum bahwa barangsiapa yang memakai merek pertama kali dianggap sebagai pemilik merek tersebut.
            Hak cipta di Indonesia diatur dalam UU nomor 19 tahun 2002. Hak cipta sebagai hak benda dan hak inmaterial. Hak kebendaan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan dalam OK. Saidin (2007:48-49), adalah hak mutlak atas suatu benda saat hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Sementara itu, hak inmaterial adalah suatu hak kekayaan yang objek haknya itu merupakan benda tidak terwujud.
            Dalam UU Hak Cipta, yang dilindungi adalah karya ilmu pengetahuan, kesenian dan kesusastraan yang meliputi buku, program komputer, pamphlet, lay out, karya tulis, ceramah, alat peraga., lagu, drama, seni rupa, arsitektur, peta, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, dan hasil lain dari hasil pengalihwujudan.
            Masa berlaku perlindungan hak cipta adalah selama hidup pencipta hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir hingga 50 tahun sesudahnya.
            Apabila terjadi sengketa yang berhubungan dengan masalah paten, merek dagang dan hak cipta, yang mempunyai kewenangan untuk mengadili adalah pengadilan niaga.

KB 2. Kejahatan di Dunia Maya (Cyber Crime)
            Ciri khas era global ini adalah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat merambah di semua aspek kehidupan manusia. Menurut Didik J. Rachbini dalam Dikdik M. Arief Mansur dkk (2005:1-2), teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekomomi, maupun keuangan.
            Komputer sebagai perangkat peralatan teknologi, apabila digabungkan dengan telekomunikasi dapat mengubah konfigurasi model komunikasi dari konvensional (hard reality dan soft reality) menjadi dimensi ketiga yang dikenal kenyataan maya (virtual reality).
            Sekarang telah ada hukum baru yang dikenal dengan hukum ciber atau hukum telematika. Cyber law secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Sementara itu, hukum telematika merupakan perwujudan hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Pengertian Cyberspace bukan Cyber Law
            Cyberspace (dunia maya) adalah media elektronik dalam jaringan komputer yang dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah ataupun timbal balik secara terhubung langsung (online). Dalam cyberspace dikenal empat komponen yang terdiri atas content, computing, communication, dan community.

Cyber Crime/ Kejahatan di Dunia Maya
            Kemajuan teknologi informasi selain memberi kemudahan, di sisi lain juga dapat merugikan orang lain. Di tengah kemudahan dan kecepatan untuk berkomunikasi, kita harus tetap waspada untuk tidak memasang data pribadi. Saat ini berkembang malware dan spyware. Malware adalah program komputer untuk membobol dan mencari kelemahan program software atau sistem operasi (OS) tertentu. Sementara itu, spyware adalah peranti lunak  yang dirancang untuk mengumpulkan dan mengirim informasi tentang pengguna komputer tanpa diketahui oleh pengguna.
            Cyber crime menurut Dikdik M. Arif Mansur (2005:8) adalah upaya memasuki dan menggunakan fasilitas komputer atau jaringan komputer tanpa izin dan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut.
            Menurut Mas Wirgantoro Roes Setiyadi dan Mirna Dian Avanti Siregar (2003) dalam Dikdik M. Arif Mansur (2005:9), beberapa bentuk kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi informasi yang berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi dikelompokkan menjadi berikut ini.
a.       Unauthorized access to computer system and service
b.      Illegal contents
c.       Data forgery
d.      Cyber espionage
e.       Cyber sabotage and extortion
f.       Offence against intellectual property
g.      Infringement of privacy
Keragaman aktivitas kejahatan yang berkaitan dengan komputer sangat besar dan telah menimbulkan perbendaharaan bahasa baru, misalnya hacking, cracking, virus, time bomb, worm, Trojan horse, logical bomb, spaming atau hoak.
Sementara itu kejahatan transnasional adalah kejahatan yang memanfaatkan jaringan telematika global yang menggunakan peralatan dan teknologi. Akibatnya, cyber crime dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan kemana saja karena dunia tanpa batas.

Hukum Tentang Kejahatan di Dunia Maya
            Yurisdiksi merupakan kekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi sebagai refleksi prinsip-prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara, dan prinsip tidak campur tangan. Berdasarkan asas umum dalam hukum internasional, setiap negara mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas orang dan benda yang ada dalam wilayahnya sendiri.
            Mengenai bentuk-bentuk kejahatan di dunia maya yang bersifat transnasional, dikenal beberapa yurisdiksi hukum pidana (kriminal), yaitu yurisdiksi territorial, yurisdiksi prinsip personal, yurisdiksi dengan prinsip perlindungan, dan yurisdiksi dengan prinsip universal.
            Indonesia telah memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 11 tahun 2008. UU ini merupakan wujud tanggung jawab dari negara untuk memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh kejahatan dan penyalahgunaan teknologi. Informasi elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti hukum yang sah dan sama dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
           


Sumber:
Rumani, Sri. (2014). Aspek Hukum dan Bisnis Informasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka



0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
Sumber: http://www.seociyus.com/2013/02/cara-membuat-komentar-facebook-keren-di-blog.html#ixzz44aXRQIym Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Follow us: @SEOCiyus on Twitter

0 comments:

Post a Comment