Rangkuman Materi Modul 3
Aspek Hukum dan Bisnis Informasi
KB 1. Sengketa Paten, Merek Dagang, dan Hak Cipta
Menurut Helianti Hilman (2004: 18-19), “Kekayaan intelektual dapat terus
dipertahankan dan dikembangkan dengan sistem pendidikan yang baik, sistem
penelitian dan pengembangan yang kondusif, regulasi yang kondusif, serta sistem
insentif yang baik.” Di Indonesia masalah kekayaan intelektual sudah ada regulasi. Namun untuk penegakan
hukum masih banyak kendala (norma hukum, aparat, penegak hukum, sarana dan
prasarana, budaya dan kesadaran hukum masyarakat). Kendala lain, sistem
insentif bagi pemilik kekayaan intelektual belum mendapat perhatian dari
pemerintah secara layak.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan
mengingat hak kekayaan intelektual sebagai pertumbuhan perekonomian dunia, perlu
ada harmonisasi dalam perlindungan dengan skema World Trade Organization-
General Agreement on Traffis and Trade/ WTO-GATT. Indonesia sebagai anggota WTO
wajib mengadopsi dan mengimplementasikan Trade Related Aspect to Intellectual
Property Rights (TRIP’s).
Menurut Herlianti Hilman (2004:19-20) manfaat
perlindungan HAKI dapat dilihat dari kepentingan penghasil karya intelektual,
para pelaku usaha, masyarakat luas, dan negara.
Aspek Hukum Paten, Merek
Dagang, dan Hak Cipta
Syarat paten diberikan apabila memenuhi tiga hal yaitu
penemuan itu mengandung unsur baru, adanya langkah inventif dan penemuan
tersebut dapat diterapkan dalam industry.
Peraturan mengenai paten diatur dalam UU Paten Nomor 14 tahun 2001, peraturan
ini sebagai konsekuensi setelah Indonesia telah meratifikasi TRIPs. Dalam pasal
7 UU Nomor 14/2001, dijelaskan penemuan-penemuan yang tidak termasuk paten. Sementara
itu hak untuk para pemegang paten diatur dalam pasal 16 UU Nomor 14 tahun 2001.
Masa perlindungan hak paten selama 20 tahun terhitung
sejak mulai tanggap penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang
(pasal 8 UU no 14 tahun 2001). Untuk paten sederhana jangka waktu 10 tahun
terhitung mulai tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat
diperpanjang (pasal 9 UU Nomor 14 tahun 2001).
Masalah
merek di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 15 tahun 2001. Hak atas merek
tercipta karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama. Inilah yang
disebut dengan hukum konstitusif, yaitu hak atas merek diberikan kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan isin pihak lain untuk
menggunakannya (pasal 3 UU nomor 15/2001). Berbeda dengan sistem deklaratif
yang lebih bertumpu pada anggapan hukum bahwa barangsiapa yang memakai merek
pertama kali dianggap sebagai pemilik merek tersebut.
Hak cipta di Indonesia diatur dalam UU nomor 19 tahun
2002. Hak cipta sebagai hak benda dan hak inmaterial. Hak kebendaan menurut Sri
Soedewi Masjchoen Sofwan dalam OK. Saidin (2007:48-49), adalah hak mutlak atas
suatu benda saat hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan
dapat dipertahankan terhadap siapapun. Sementara itu, hak inmaterial adalah
suatu hak kekayaan yang objek haknya itu merupakan benda tidak terwujud.
Dalam UU Hak Cipta, yang dilindungi adalah karya ilmu
pengetahuan, kesenian dan kesusastraan yang meliputi buku, program komputer, pamphlet,
lay out, karya tulis, ceramah, alat peraga., lagu, drama, seni rupa,
arsitektur, peta, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, dan hasil lain
dari hasil pengalihwujudan.
Masa berlaku perlindungan hak cipta adalah selama hidup
pencipta hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki dua
orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia
paling akhir hingga 50 tahun sesudahnya.
Apabila terjadi sengketa yang berhubungan dengan masalah
paten, merek dagang dan hak cipta, yang mempunyai kewenangan untuk mengadili adalah
pengadilan niaga.
KB 2. Kejahatan di Dunia Maya (Cyber Crime)
Ciri khas era global ini adalah kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang begitu cepat merambah di semua aspek kehidupan manusia.
Menurut Didik J. Rachbini dalam Dikdik M. Arief Mansur dkk (2005:1-2),
teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang
akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya,
ekomomi, maupun keuangan.
Komputer sebagai perangkat peralatan teknologi, apabila
digabungkan dengan telekomunikasi dapat mengubah konfigurasi model komunikasi
dari konvensional (hard reality dan soft reality) menjadi dimensi ketiga yang
dikenal kenyataan maya (virtual reality).
Sekarang telah ada hukum baru yang dikenal dengan hukum
ciber atau hukum telematika. Cyber law secara internasional digunakan untuk
istilah hukum yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Sementara itu, hukum telematika merupakan perwujudan hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia
maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Pengertian Cyberspace bukan
Cyber Law
Cyberspace (dunia maya) adalah media elektronik dalam jaringan
komputer yang dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah ataupun timbal balik
secara terhubung langsung (online). Dalam cyberspace dikenal empat komponen
yang terdiri atas content, computing, communication, dan community.
Cyber Crime/ Kejahatan di
Dunia Maya
Kemajuan teknologi informasi selain memberi kemudahan, di
sisi lain juga dapat merugikan orang lain. Di tengah kemudahan dan kecepatan
untuk berkomunikasi, kita harus tetap waspada untuk tidak memasang data
pribadi. Saat ini berkembang malware dan spyware. Malware adalah program
komputer untuk membobol dan mencari kelemahan program software atau sistem
operasi (OS) tertentu. Sementara itu, spyware adalah peranti lunak yang dirancang untuk mengumpulkan dan
mengirim informasi tentang pengguna komputer tanpa diketahui oleh pengguna.
Cyber crime menurut Dikdik M. Arif Mansur (2005:8) adalah
upaya memasuki dan menggunakan fasilitas komputer atau jaringan komputer tanpa
izin dan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau
kerusakan fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut.
Menurut Mas Wirgantoro Roes Setiyadi dan Mirna Dian
Avanti Siregar (2003) dalam Dikdik M. Arif Mansur (2005:9), beberapa bentuk
kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi informasi yang
berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi dikelompokkan menjadi
berikut ini.
a.
Unauthorized access to computer system and service
b.
Illegal contents
c.
Data forgery
d.
Cyber espionage
e.
Cyber sabotage and extortion
f.
Offence against intellectual property
g.
Infringement of privacy
Keragaman
aktivitas kejahatan yang berkaitan dengan komputer sangat besar dan telah
menimbulkan perbendaharaan bahasa baru, misalnya hacking, cracking, virus, time
bomb, worm, Trojan horse, logical bomb, spaming atau hoak.
Sementara
itu kejahatan transnasional adalah kejahatan yang memanfaatkan jaringan
telematika global yang menggunakan peralatan dan teknologi. Akibatnya, cyber
crime dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan kemana saja karena dunia tanpa
batas.
Hukum Tentang Kejahatan di
Dunia Maya
Yurisdiksi merupakan kekuasaan atau kompetensi hukum
negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi sebagai refleksi
prinsip-prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara, dan prinsip
tidak campur tangan. Berdasarkan asas umum dalam hukum internasional, setiap
negara mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas orang dan benda yang
ada dalam wilayahnya sendiri.
Mengenai bentuk-bentuk kejahatan di dunia maya yang
bersifat transnasional, dikenal beberapa yurisdiksi hukum pidana (kriminal),
yaitu yurisdiksi territorial, yurisdiksi prinsip personal, yurisdiksi dengan
prinsip perlindungan, dan yurisdiksi dengan prinsip universal.
Indonesia telah memiliki UU Informasi dan Transaksi
Elektronik nomor 11 tahun 2008. UU ini merupakan wujud tanggung jawab dari negara
untuk memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh kejahatan dan
penyalahgunaan teknologi. Informasi elektronik dapat dijadikan sebagai alat
bukti hukum yang sah dan sama dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Sumber:
Rumani, Sri. (2014). Aspek Hukum dan Bisnis Informasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka